Opera selalu dikenal sebagai seni pertunjukan yang megah dengan vokal luar biasa, alur cerita yang dramatis, serta orkestra yang memukau. Namun, di balik pesona ini, terdapat sisi lain yang jarang dibahas: unsur misoginis dalam banyak opera klasik. Sejarah musik opera menyajikan banyak karakter perempuan yang digambarkan sebagai lemah, menderita, atau bahkan dikorbankan demi kepentingan cerita. Kunjungi mnconcertopera juga untuk mendapatkan wawasan lebih dalam.
Perempuan dalam Opera: Simbol Kesedihan dan Pengorbanan
Untuk memahami bagaimana opera terus berkembang, Anda bisa membaca lebih lanjut di Opera Music, yang membahas berbagai aspek pertunjukan musik opera dari masa ke masa.
Sejak awal kemunculannya di abad ke-16, opera sering menggambarkan perempuan dalam posisi yang lemah. Tokoh-tokoh wanita dalam opera klasik seperti Violetta di La Traviata, Mimi di La Bohème, dan Cio-Cio San di Madama Butterfly sering kali berakhir tragis. Mereka digambarkan sebagai karakter yang harus mengorbankan diri demi cinta, masyarakat, atau norma sosial yang ketat.
Opera sering menampilkan perempuan sebagai objek penderitaan, baik secara fisik maupun emosional. Dalam banyak kisah, mereka tidak memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri dan sering kali menjadi korban dari sistem patriarki oleh struktur cerita dalam opera.
Representasi Perempuan dalam Musik dan Lirik Opera
Selain alur cerita yang cenderung menempatkan perempuan sebagai korban, lirik dalam opera juga sering kali mencerminkan stereotip gender yang merugikan. Dalam banyak opera klasik, representasi perempuan sebagai sosok yang harus tunduk pada kekuasaan laki-laki. Dalam Don Giovanni karya Mozart, misalnya, karakter utama pria bebas menaklukkan banyak wanita, sementara korban-korbannya sering kali tidak berdaya dan hanya bisa meratap.
Tidak hanya dalam lirik, komposisi musik opera juga memperkuat stereotip ini. Musik yang lembut dan melankolis sering membentuk karakter perempuan yang menderita, sementara karakter pria mendapatkan aransemen musik yang lebih kuat dan heroik.
Opera Modern: Perubahan atau Masih Sama?

Dalam beberapa dekade terakhir, ada upaya untuk mengubah representasi perempuan dalam opera. Banyak komposer dan sutradara modern mulai menghadirkan cerita yang lebih memberdayakan bagi perempuan. Salah satu contoh adalah opera Written on Skin karya George Benjamin yang menampilkan karakter perempuan yang berani melawan dominasi laki-laki.
Namun, masih ada banyak produksi opera yang tetap mempertahankan pola lama. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dunia opera telah berkembang, masih membutuhkan lebih banyak upaya untuk mengubah representasi cara perempuan pada pertunjukan ini.
Musik opera memang megah dan memiliki sejarah panjang dalam dunia seni. Namun, tidak bisa menyangkalnya bahwa banyak opera klasik memiliki sisi misoginis yang masih bertahan hingga kini. Perempuan sering kali tergambarkan sebagai korban, dan cerita mereka berakhir dengan tragedi. Meskipun ada perubahan dalam opera modern, dunia seni ini masih memiliki tantangan besar dalam merepresentasikan perempuan secara lebih adil dan setara.
Sebagai penikmat seni, penting bagi kita untuk lebih kritis dalam melihat pertunjukan opera. Dengan memahami sisi misoginis dalam opera, kita bisa lebih menghargai upaya perubahan yang sedang terjadi dalam dunia seni ini.